Sabtu, 26 Februari 2011

Parafrase puisi

RENCANA SEPULUH HARI KE DEPAN


Ketika bijak ingin berbicara , apa yang hendak kau sampaikan ? Mengenai amarah alam yang tak juga hentikan setiap luapan. Daratan menjadi lautan, malam bertambah jadi kelam. Sementara , bisu di kampung-kampung tak juga reda. Ini adalah serapah hari dimana tanggul-tanggul pecah dan mulut telah lelah meminta sebuah petuah. Sampaikan pertanyaanku pada penguasa langit , apa rencanamu untuk sepuluh hari kedepan ? Ruang itu hilang sudah, tenggelam bersama harapannya. Itu adalah petak kenangan yang tak mungkin hadir kembali. Ketika bijak ingin berbicara, apa yang hendak kau sampaikan? Mencari-cari celah di setiap alir kerinduanmu dan masa kecilpun hilang. Sawah, ladang, raib dalam sekejap waktu. Di mana lagi tempat pijakku? Sementara tanah-tanah kini tak terlihat dan pepohonan hanya tinggal puncaknya yang sudah ranggas. Bubungan begitu lindap di mata. Sehingga masih lekat dalam ingatan. Semburan itu mengawali segala kisah, dengan mengumpulkan segelintir orang untuk merencanakan kerja untuk sepuluh hari ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar